Radarpos.com.Sukoharjo – Gelombang PHK kembali mengguncang dunia industri Indonesia. Kali ini, PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex), raksasa tekstil terbesar di Asia Tenggara, harus melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap lebih dari 10.000 karyawannya.
Jika perusahaan sebesar Sritex yang selama ini dianggap kuat dan tangguh terhadap krisis saja harus merelakan ribuan pekerjanya kehilangan mata pencaharian, maka ada yang salah dengan kebijakan negara dalam mengelola sektor industri.
Pemerintah menyebut berbagai faktor sebagai penyebab utama, mulai dari kondisi global hingga penurunan permintaan. Namun, realitas menunjukkan bahwa kebijakan negara sendirilah yang justru mempercepat kejatuhan industri tekstil dalam negeri.
Kemudahan impor produk China melalui perjanjian ASEAN-China Free Trade Agreement (ACFTA) serta penerapan UU Cipta Kerja telah menciptakan kondisi yang justru semakin menyudutkan industri lokal.
Alih-alih melindungi, pemerintah lebih memilih membuka pasar selebar-lebarnya bagi produk asing dengan harga murah. Industri tekstil nasional yang sebelumnya masih bisa bertahan, kini terhimpit oleh arus liberalisasi yang menggempur tanpa ampun.
Kegagalan ini bukan sekadar kesalahan teknis dalam kebijakan perdagangan, melainkan dampak dari sistem ekonomi kapitalisme yang dijalankan di negeri ini.
Negara Populis Otoriter: Berpihak pada Oligarki, Bukan Rakyat
Ironisnya, negara justru berperan sebagai regulator yang lebih mengutamakan kepentingan oligarki ketimbang kesejahteraan rakyatnya sendiri.
Janji-janji politik yang menyebutkan bahwa Sritex akan “selamat” jika mendukung calon tertentu pada pemilu hanya menunjukkan bagaimana kebijakan ekonomi kerap dikendalikan oleh kepentingan politik, bukan untuk menyejahterakan masyarakat.
Liberalisasi ekonomi telah menyebabkan industri tidak lagi memiliki kedaulatan atas produksi dan distribusinya sendiri. Pasar diobral untuk produk asing, sementara industri lokal dibiarkan bertahan sendiri dalam persaingan yang tidak seimbang. Pemerintah yang seharusnya berpihak kepada pekerja justru menjadi fasilitator bagi kepentingan pemodal besar.
Jika kondisi ini terus berlanjut, bukan hanya Sritex yang tumbang. Ribuan perusahaan lain yang menggantungkan nasib pada sektor industri manufaktur pun berpotensi mengalami nasib serupa. Sementara itu, gelombang pengangguran akan semakin meluas, menyebabkan ketimpangan ekonomi yang lebih parah di masa depan.
slam Menjamin Iklim Industri yang Sehat dan Berkeadilan
Berbeda dengan kapitalisme yang cenderung membiarkan persaingan bebas tanpa batas, Islam memiliki sistem ekonomi yang lebih berpihak pada kesejahteraan masyarakat. Dalam sistem ekonomi Islam, negara bukan hanya berperan sebagai regulator, tetapi juga sebagai penjamin kesejahteraan rakyatnya.
Dalam kitab Nidzam Iqthishodi karya Syaikh Taqiyuddin An-Nabhani, dijelaskan bahwa negara memiliki kewajiban untuk:
1. Melindungi industri dalam negeri dengan kebijakan yang adil dan tidak membuka pasar bagi produk asing secara serampangan.
2. Menjamin ketersediaan lapangan kerja dengan berbagai mekanisme, seperti pemberian modal usaha, pemanfaatan sumber daya alam secara mandiri, serta optimalisasi sektor pertanian, perdagangan, dan industri.
3. Memastikan distribusi kekayaan yang adil, sehingga tidak terjadi ketimpangan ekonomi antara pemodal besar dan rakyat kecil.
Islam juga melarang intervensi asing yang merugikan negara, termasuk dalam bentuk perjanjian perdagangan bebas yang hanya menguntungkan negara-negara besar. Dengan sistem ini, industri dalam negeri akan lebih mandiri, pekerja akan mendapatkan kepastian kerja, dan kesejahteraan masyarakat dapat terwujud secara nyata.
Saatnya Berpikir Ulang: Mau Sampai Kapan Kapitalisme Menghancurkan?
Kasus PHK massal Sritex bukanlah kejadian yang berdiri sendiri. Ini adalah potret nyata dari dampak kebijakan ekonomi yang tidak berpihak kepada rakyat. Selama sistem kapitalisme masih diterapkan, selama itu pula ketidakadilan ekonomi akan terus berlangsung.
Sudah saatnya kita berpikir ulang: apakah kita akan terus mempertahankan sistem yang hanya menguntungkan segelintir elite, atau berani mengambil langkah untuk mengubah arah menuju sistem yang lebih adil? Islam menawarkan solusi yang lebih manusiawi dan berpihak kepada kesejahteraan rakyat. Tinggal keberanian kita untuk memperjuangkannya. (**)
Oleh : Heni Purqaningsih Pedan Klaten Jawa Tengah
Pengiat Kajian Ibu-ibu dan Remaja