Radarpos.com, Jogja – Peneliti Pusat Studi Anti Korupsi (Pukat) UGM Zaenur Rohman menyoroti usulan perpanjangan masa jabatan kepala desa (kades) dari sebelumnya 6 tahun menjadi 9 tahun.
Menurutnya usulan itu seharusnya ditolak. “Menurut saya usulan perpanjangan masa jabatan kepala desa harus ditolak,” kata Zaenur kepada awak media, Rabu (25/1/2023).
Penolakan usualan itu disampaikan Zaenur bukan tanpa alasan. Ia menyatakan bahwa perpanjangan masa jabatan kepala desa itu berpotensi meningkatkan resiko terjadinya korupsi di desa.
“Kenapa perpanjangan masa jabatan kepala desa berpotensi meningkatkan korupsi di desa? Sederhana, ada bunyi, power tends to corrupt, and absolute power corrupt absolutely. Jadi kekuasaan itu cenderung korup. Sedangkan kekuasaan yang absolut itu absolut korupsinya,” terangnya.
Sehingga pembatasan masa jabatan itu memang dimaksudkan untuk mencegah terjadinya kekuasaan yang absolut. Sedangkan usulan perpanjangan masa jabatan itu hanya akan menciptakan kekuasaan yang absolut di desa.
“Nah kekuasaan yang absolut di desa itu akan menciptkan korupsi yang absolut di desa. Jadi menurut saya sudah tepat yang diatur saat ini di dalam undang-undang desa,” ucapnya.
Bahkan, Zaenur menyebut bahwa aturan itu saja sudah jauh lebih longgar daripada jenis-jenis jabatan lain yang ada di Indonesia. Misalnya saja masa jabatan presiden, gubernur, bupati dan wali kota yang hanya lima tahun dan maksimal dipilih dua kali.
“Kepala desa itu sudah jauh lebih longgar dengan diberi kelonggaran masa jabatan 6 tahun dan bisa dipilih maksimal 3 kali periode sehingga bisa menjabat 18 tahun,” jelasnya.
“Jadi menurut saya kelonggaran ini tidak semestinya kembali ingin diperpanjang sampai 9 tahun dan bahkan bisa kali 3 menjadi 27 tahun. Jadi menurut saya usulan itu harus ditolak,” imbuhnya.
Selain itu, disampaikan Zaenur, usulan perpanjangan masa jabatan kepala desa juga beresiko menggerus demokrasi di desa. Padahal selama ini desa adalah contoh bagaimana demokrasi itu telah diterapkan bahkan sejak sebelum Indonesia merdeka.
Itu yang seharusnya tetap dikembangkan, dijaga dan ditingkatkan. Sehingga demokrasi tetap hidup di desa dan agar pemerintahan di desa itu adalah pemerintahan yang dikehendaki oleh rakyat desa.
“Serta pemerintahan yang berusaha untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat desa, bukan pemerintahan yang semakin absolut dipegang oleh seorang kepala desa yang menjabat sekian lama,” paparnya.
Perpanjangan masa jabatan kades sebelumnya jadi perdebatan usai ribuan kepala desa menggelar unjuk rasa di depan Gedung DPR RI, Jakarta, Selasa (17/1/2023).
Saat ini, Pasal 39 dalam UU Desa mengatur bahwa masa jabatan kepala desa adalah enam tahun terhitung sejak tanggal pelantikan. Lalu, mereka dapat menjabat paling banyak tiga kali masa jabatan secara berturut-turut atau tidak secara berturut-turut.
Presiden Joko Widodo, Selasa (24/1), mempersilakan para kepala desa menyampaikan aspirasi soal masa jabatan itu kepada DPR RI.
“Yang namanya keinginan, yang namanya aspirasi, itu silakan disampaikan kepada DPR,” kata Jokowi saat meninjau proyek sodetan Kali Ciliwung ke Kanal Banjir Timur di Jakarta Timur, Selasa (24/1/2023).
(R-01)