Radarpos.com.Sukoharjo – Matematika adalah ilmu yang mempelajari struktur abstrak dan pola hubungan yang ada di dalamnya (Subarinah, 2006). Matematika berkaitan dengan struktur, hubungan, dan konsep abstrak yang dikembangkan menurut aturan logika. Artinya belajar matematika pada hakekatnya adalah mempelajari konsep, struktur konseptual, dan mencari hubungan antara konsep dan struktur. Pembelajaran matematika mempelajari konsep, struktur konseptual, dan mencari hubungan antara konsep dengan strukturnya dan harus dihubungkan dengan konteks realistik (verbal), tetap dekat kepada siswa, dan relevan dengan masyarakat. Hal tersebut menggambarkan bahwa matematika dapat dipandang sebagai cara/usaha untuk memperoleh pengetahuan/kebenaran tentang sesuatu. Metode/upaya ini melibatkan penalaran deduktif, yaitu benar-benar konsep atau pernyataan yang dinyatakan sebagai kebenaran logis dari yang sebelumnya sehingga konsep antar konsep atau pernyataan dalam matematika konsisten.
Siswa SD tingkat rendah masih dalam tahap perkembangan operasional konkret, di mana siswa sudah mampu berpikir logika sederhana, namun masih kesulitan menerapkan konsep abstrak tanpa bantuan alat peraga/media konkrit (Budiningsih, 2017). Sementara itu, materi pelajaran matematika kelas II sekolah dasar mencakup berbagai konsep abstrak salah satunya pecahan (Purnomosidi, 2017). Materi pecahan yang dibahas di kelas 2 SD meliputi konsep pecahan 1/2, 1/3, dan 1/4. Sebagian besar guru telah membahas materi ini dengan bantuan gambar. Guru secara teoritis menjelaskan konsep pecahan dengan memberikan contoh gambar pecahan di papan tulis. Terkadang guru juga menggunakan contoh gambar pecahan lainnya dalam memberikan penjelasan. Meski begitu, pencapaian hasil belajar siswa masih kurang maksimal.
Ditinjau dari teori perkembangan kognitif Piaget, siswa usia SD berada pada tahap berpikir operasional konkret yang sudah memiliki keterampilan berpikir logis, namun hanya melalui benda-benda konkret, sehingga semua komponen pembelajaran perlu disesuaikan dengan kemampuan tersebut (Winch & Gingell, 2008). Konkrit di sini bukan hanya berarti benda itu ada (dapat dilihat, dipegang, dan lain sebagainya), tetapi konkrit juga menjelaskan maknanya. Jika yang dimaksud adalah bagian dari keseluruhan, maka benda-benda yang digunakan harus dipisahkan dan disisipkan sesuai dengan keinginannya agar dapat memahami konsepnya. Oleh karena itu, penggunaan media gambar dua dimensi hanya cukup membantu siswa dalam memahami materi.
Pembahasan materi yang berpusat pada guru juga menyebabkan siswa tidak tergerak untuk mencoba dan menemukan makna dari materi yang dipelajari (Kenedi, Helsa, Ariani, Zainil, & Hendri, 2019). Sesuai dengan karakteristik materi, pemahaman konseptual tidak dapat ditransfer dari guru ke siswa tetapi harus melalui penemuan dan kesadaran siswa sendiri dengan bantuan guru. Selain itu, siswa hanya dihadapkan pada soal-soal abstrak yang tidak membantu pemahamannya (Purnomo, Widowati, & Ulfah, 2019), seperti mengulang-ulang pengertian pecahan tanpa memberikan kesempatan kepada siswa untuk memahami materi melalui cara berpikirnya sendiri yang dibantu dengan alat peraga yang memadai.
Sebagai materi yang berupa konsep-konsep abstrak, maka penyajian pembelajaran matematika dengan penggunaan media/alat peraga yang akan memudahkan siswa dalam menangkap materi yang disampaikan. Apalagi bagi siswa SD yang umumnya masih memiliki keterbatasan dalam mengelola dan memahami konsep abstrak. Bagi siswa SD kelas rendah, pembelajaran matematika dapat dibantu dengan penggunaan alat peraga yang berperan sebagai bahan manipulatif untuk memahami materi pembelajaran matematika (Saleh, 2018). Alat peraga harus dapat digunakan untuk mempresentasikan, mempresentasikan, mempresentasikan, atau menjelaskan materi pembelajaran kepada siswa, di mana alat itu sendiri bukan merupakan bagian dari pelajaran yang diberikan. Alat peraga ini dapat digunakan oleh siswa untuk terlibat langsung dalam pembelajaran matematika.
Salah satu alternatif yang dapat digunakan untuk meningkatkan hasil belajar siswa adalah dengan menggunakan alat peraga yang mampu mewadahi aktivitas siswa melalui praktik aktif dan bukan sebagai pendengar pasif. Penulis sebagai guru di SD Negeri Wirun 05, Mojolaban, Sukoharjo menerapkan alat peraga balok pecah yang digunakan untuk mengatasi masalah tersebut. Alat peraga ini berupa balok-balok kayu tiga dimensi yang dapat disatukan sesuai dengan materi pecahan yang dipelajari. Alat peraga tiga dimensi ini mampu mengurangi keabstrakan materi sehingga memudahkan pemahaman siswa.
Alat peraga balok pecahan terbuat dari kayu sehingga aman dan awet untuk digunakan karena penggunanya adalah siswa kelas 2 SD yang terkadang masih kurang hati-hati. Alat peraga ini bisa dilakukan sambil bermain. Siswa dapat mengadakan, memisahkan, menggabungkan, mengurutkan, dan kegiatan lainnya dalam rangka memahami materi pembelajaran matematika tentang pecahan. Penggunaan alat peraga ini dapat mengkonkretkan konsep matematika abstrak serta meningkatkan konsentrasi dan motivasi siswa jika dilakukan sambil bermain.
Berdasarkan pengamatan kepada siswa kelas II setelah mengikuti pembelajaran dengan alat peraga balok pecahan ditemukan bahwa penggunaan balok pecahan dapat meningkatkan motivasi siswa dalam belajar matematika khususnya mata pelajaran pecahan di kelas II SD Negeri Wirun 05, Mojolaban, Sukoharjo. Penggunaan balok pecahan juga dapat meningkatkan hasil belajar matematika kelas II. Siswa mudah memahami konsep materi yang disajikan dengan mempraktekkannya menggunakan balok pecahan. Selain itu, siswa merasa tertarik untuk belajar karena yang ada di hadapannya adalah benda nyata yang dapat membantunya mempelajari materi dan bukan hanya penjelasan lisan. Pembagian kelompok kecil memungkinkan intensitas percobaan yang dilakukan oleh setiap siswa lebih banyak dibandingkan jika dilakukan secara klasikal. Hal ini semakin menambah pemahaman siswa terhadap materi pecahan karena dapat mengulangnya berulang kali hingga benar-benar paham. Hal menarik lainnya adalah pembelajaran tidak membosankan bagi siswa, terbukti dengan tingginya motivasi belajar siswa dalam mencoba, bertanya, dan membantu menjelaskan kepada temannya.[**]
Oleh
Murniyati, S.Pd.SD
Guru SD Wirun 05 Mojolaban,Sukoharjo, Jawa Tengah