Radarpos.com.Klaten – Dua hari pelaksanaan UTBK SNBT 2025 menyisakan ironi. Alih-alih menunjukkan integritas, justru 14 kasus kecurangan ditemukan—mulai dari penggunaan joki, hingga perangkat canggih demi meloloskan diri ke perguruan tinggi impian. Sayangnya, ini bukan sekadar pelanggaran teknis, tapi bukti nyata kegagalan sistem dalam membentuk karakter calon intelektual bangsa.
Laporan Kompas dan berbagai survei KPK sebelumnya menyebutkan: mencontek sudah menjadi “budaya” di kalangan pelajar dan mahasiswa.
Sungguh miris, saat generasi yang digadang-gadang sebagai penerus peradaban justru tak ragu menukar kejujuran demi hasil. Mereka piawai dalam teknologi, namun kehilangan arah dalam moralitas. Hasil menjadi orientasi, halal-haram terabaikan.
Fenomena ini tak bisa hanya disalahkan pada individu. Inilah buah dari sistem hidup kapitalistik yang menempatkan materi sebagai tolok ukur kesuksesan.
Dalam sistem ini, pendidikan bukanlah proses membentuk insan berakhlak mulia, tapi sekadar mesin pencetak tenaga kerja untuk pasar. Nilai dan prestasi ditempuh dengan segala cara, asal “lolos”.
Lalu ke mana ruh pendidikan sesungguhnya? Pendidikan Islam hadir membawa visi berbeda. Dalam pandangan Islam, tujuan pendidikan bukan sekadar transfer ilmu, apalagi sekadar “tembus kampus ternama”. Tapi membentuk insan bertakwa—yang menjadikan rida Allah sebagai tujuan utama, dan syariat-Nya sebagai pedoman hidup. Ilmu bukan alat untuk menipu, tapi untuk memakmurkan bumi dan meninggikan kalimat Allah.
Negara dengan sistem Islam tak sekadar menyerahkan pendidikan kepada keluarga atau institusi sekolah, tapi turut aktif menciptakan ekosistem yang sehat.
Negara menjamin kurikulum berbasis akidah Islam, menghadirkan guru yang berilmu dan bertakwa, serta membentuk atmosfer sosial yang menjunjung kejujuran. Dalam sistem ini, teknologi akan menjadi alat dakwah, bukan alat kecurangan.
Karenanya, kebobrokan akhlak dalam dunia pendidikan hari ini sejatinya adalah cermin dari sistem rusak yang menopangnya.
Selama pendidikan tidak diletakkan di atas fondasi Islam, maka kejujuran akan terus dikorbankan atas nama “hasil”.
Sudah saatnya kita tidak hanya mengecam pelajar curang, tapi juga mengevaluasi akar masalahnya: sistem yang memproduksi generasi pintar, tapi kehilangan kepribadian Islam.(**/Heni)
Penulis Oleh : Heni Purwaningsih Pengiat Ibu-ibu dan Remaja Sekaligus Faunder THK Pedan Klaten