Radarpos.com.Solo – Sidang kasus dugaan pencabulan dengan terdakwa seorang pedagang mi ayam berinisial SA asal Nusukan, Banjarsari, di Pengadilan Negeri (PN) Solo diwarnai aksi demo puluhan warga di depan PN Solo, Kamis (21/11/2024) siang.
Peserta aksi yang merupakan warga Nusukan menyerukan agar tetangga mereka yang menjadi terdakwa kasus asusila itu divonis bebas oleh Majelis Hakim PN Solo.
Mereka membentangkan beberapa spanduk yang isinya mendukung terdakwa agar mendapat vonis bebas dari hakim. Tulisan pada spanduk itu antara lain “Justice for Sogol”, “Nyentuh Saja Kagak, Gimana Kita Dipenjara”, dan sebagainya. Tak hanya itu, tiap-tiap mereka mengenakan ikat kepala berwarna putih dan bertuliskan “Justice for Sogol”.
Sementara itu, di dalam ruang sidang, persidangan berlangsung tertutup dengan agenda pembacaan pleidoi atau pembelaan terdakwa. Sidang tersebut dipimpin Hakim Ketua Emila Widikartaikawati didampingi Bambang Ariyanto dan Aris Gunawan sebagai hakim anggota.
Ditemui awak media di sela-sela aksi demonstrasi tersebut, koordinasi aksi, Agus Supriyanto, menyampaikan tuduhan yang ditujukan kepada terdakwa SA tidaklah berdasar. “Mas Sogol itu pedagang mi ayam, warga biasa seperti kami. Sejak awal, kami tidak melihat adanya bukti kuat dari Jaksa Penuntut Umum [JPU],” kata Agus kepada wartawan.
Menurut Agus, kasus tersebut minim bukti serta tidak konsisten. “Tidak ada visum, tidak ada pengakuan, dan terdakwa juga membantah semua tuduhan. Kami ingin JPU membuka mata dan memberikan keadilan yang sesungguhnya,” tegasnya.
Agus juga menyoroti status pelapor yang bukan warga asli Solo, melainkan pendatang yang hanya mengontrak di kawasan tersebut. Warga berharap majelis hakim mempertimbangkan pleidoi terdakwa secara objektif.
“Kalau benar terjadi di ruang tamu rumahnya, pasti ada anggota keluarga lain yang tahu. Tapi sejauh ini, kami tidak melihat bukti nyata,” jelasnya.
Seusai persidangan, kuasa hukum SA, Chrismawijayanto, memaparkan ada berbagai kejanggalan dalam kasus ini. Menurutnya, fakta persidangan tidak mendukung tuduhan yang dilayangkan kepada kliennya.
“Tidak ada bukti visum yang relevan, tidak ada bukti fisik lain seperti sperma, dan hasil visum korban bahkan menunjukkan keterlambatan waktu yang tidak logis, yaitu 33 hari setelah kejadian,” kata dia saat diwawancarai awak media di depan PN Solo, Kamis (21/11/2024) siang.
Ia juga menyoroti ketidaksesuaian keterangan korban terkait waktu kejadian. “Korban menyebut kejadiannya sepulang sekolah pada 16 April 2024, tetapi berdasarkan jadwal sekolah, pada 4-20 April sekolah korban sedang libur,” tambahnya.
Selain itu, Chrismawijayanto menilai ada banyak alat bukti dan saksi yang dapat meringankan terdakwa, tetapi tidak dipertimbangkan. Ia mencontohkan ayah tiri korban yang tinggal serumah tidak diperiksa. Selain itu keterangan asisten rumah tangga yang relevan juga tidak dimasukkan.
Chrismawijayanto mempertimbangkan untuk melaporkan pihak-pihak yang diduga memberikan keterangan palsu di persidangan. “Ada indikasi keterangan korban dan ibunya tidak sesuai dengan fakta. Jika terbukti menyesatkan, kami akan melaporkannya,” kata dia.
Sidang pleidoi siang itu menjadi kesempatan terakhir bagi terdakwa dan kuasa hukumnya untuk menyampaikan pembelaan sebelum majelis hakim menjatuhkan vonis.
“Kami berharap majelis hakim memutuskan berdasarkan fakta persidangan dengan objektivitas penuh. Mudah-mudahan keadilan ditegakkan, dan Pak Sogol dinyatakan tidak bersalah,” jelas Chrismawijayanto.
Sementara itu, Kepala Seksi Intel Kejari Solo, Agus Robani, saat ditemui awak media di PN Solo menyampaikan terkait dakwaan yang dijatuhkan kepada terdakwa bergantung pada putusan hukum yang diambil hakim di persidangan.
“Karena itu, kita menunggu saja hasil dari persidangan nantinya ya,” kata dia. Vonis terhadap terdakwa SA akan ditentukan pada persidangan selanjutnya di PN Solo, pekan depan.(**/Team)