Radarpos.com, Solo – Setiap individu membutuhkan pendidikan. Pendidikan diberikan dengan tujuan mencapai kedewasaan yang berarti individu dapat hidup mandiri terlepas dari ketergantungan pada orang lain.
Mereka bisa mendapatkan pendidikan dari mana saja, bisa dari lingkungan seperti keluarga, lingkungan masyarakat, dan lain-lain. Proses pendidikan bisa formal, informal, dan nonformal.
Pendidikan formal dilaksanakan di lembaga pendidikan yang biasa disebut sekolah, sedangkan yang dilaksanakan oleh masyarakat adalah pendidikan nonformal. Di manapun pendidikan dilaksanakan maka tujuan pendidikan dapat berhasil (Hariastuti, 2018).
Sekolah merupakan salah satu lembaga pendidikan formal yang memiliki tanggung jawab dalam membentuk peserta didik untuk mencapai perkembangan yang optimal.
Sekolah bertanggung jawab membentuk peserta didik menjadi pribadi yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, kreatif, mandiri dan bertanggung jawab.
Hal ini sesuai dengan tujuan pendidikan nasional, dalam pasal 3 UU No. 20 Tahun 2003 sebagai berikut; “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.
Manusia hidup sebagai makhluk individu sekaligus sebagai makhluk sosial. Sebagai makhluk individu, berarti setiap manusia pada hakekatnya memiliki “keunikan” yang membedakan dirinya dengan manusia lainnya.
Sedangkan sebagai makhluk sosial, manusia secara kodrati lahir manusia tidak dapat hidup sendiri, melainkan membutuhkan bantuan orang lain di lingkungannya.
Manusia sebagai makhluk sosial tidak dapat hidup sendiri-sendiri, tetapi ingin hidup bersama serta menjalin hubungan dengan individu lain dan saling membutuhkan (Suranto, 2017).
Keunikan setiap individu mengakibatkan hubungan interpersonal setiap individu menjadi berbeda. Ketidakmampuan seseorang dalam menjalin hubungan interpersonal akan mengakibatkan terganggunya kehidupan sosialnya, seperti: pemalu; merasa terisolasi; dan putus dengan orang lain (Sari, 2013).
Vance Packard (dalam Sari, 2013) mengatakan bahwa orang yang gagal menjalin hubungan interpersonal dengan orang lain akan menjadi agresif, imajinatif, dingin, sakit fisik dan mental, serta menderita flight syndrome, yaitu ingin lari dari lingkungan.
Suranto (2011) mengemukakan empat ciri hubungan interpersonal, yaitu:
- Saling mengenal secara dekat,
- Saling membutuhkan,
- Keterbukaan
- Kerjasama.
Menurut Buhrmeister, dkk (dalam Sari 2013) aspek kemampuan menjalin hubungan interpersonal ada lima yaitu:
- Inisiatif, yaitu upaya untuk memulai interaksi,
- Assersi Negatif, yaitu kemampuan untuk menolak dan meminta,
- Disclosure, yaitu pengungkapan diri,
- Dukungan Emosional, yaitu dukungan terhadap orang lain,
- Manajemen Konflik, yaitu pengelolaan masalah secara mandiri.
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka pada mata pelajaran dasar-dasar program keahlian perhotelan kelas 10 SMK Kasatriyan Surakarta diterapkan Teknik Group Exercise untuk meningkatkan hubungan interpersonal siswa.
Teknik Group Exercise dinilai tepat karena dapat menimbulkan interaksi yang intensif antar anggota sehingga tercapai dinamika kelompok.
Suasana kelompok yang berkembang dalam bimbingan dan konseling kelompok juga dapat menjadi tempat berkembangnya kemampuan komunikasi dan interaksi sosial bagi klien (Prayitno, 2018).
Selain itu, terdapat beberapa manfaat Teknik Group Exercise yang memungkinkan siswa untuk meningkatkan keterampilan hubungan interpersonal, antara lain sebagai berikut:
- Anak dapat mengenal diri sendiri melalui hidup bersama teman lain, sehingga dapat mengukur kemampuannya menjadi lebih pintar atau kurang, sehingga anak kemudian mengambil sikap bagaimana jika lebih dan bagaimana jika kurang.
- Dalam interaksi sosial dipengaruhi oleh sifat dan sikapnya yang baik, misalnya memiliki rasa toleransi, menghargai pendapat orang lain, kerjasama yang baik, tanggung jawab, disiplin, kreatif, saling percaya dan sebagainya.
- Dapat mengurangi rasa malu, agresif, penakut, emosional, pemarah, emosional dan sebagainya.
- Dapat mengurangi ketegangan emosi, konflik, frustasi.
- Dapat mendorong anak untuk lebih bersemangat dalam melaksanakan tugas, suka berkorban untuk kepentingan orang lain, suka membantu, bertindak teliti dan hati-hati (Slameto dalam Nursalim dan Suradi, 2020).
Bimbingan kelompok yang diterapkan pada siswa kelas 10 SMK Kasatriyan Surakarta adalah Teknik Group Exercise.
Alasan digunakannya Teknik Group Exercise ini karena bimbingan kelompok group exercise ini memiliki banyak jenis latihan yang dapat diterapkan kepada siswa berdasarkan tujuannya.
Seperti menulis, membaca, gerak, lingkaran, diad dan triad, alat peraga kreatif, seni dan kerajinan, fantasi, membaca umum, umpan balik, kepercayaan, pengalaman, dilema moral, keputusan kelompok, dan sentuhan.
Dengan banyaknya jenis latihan yang dapat diterapkan dalam bimbingan group exercise, hal ini diduga akan meningkatkan interaksi dan dinamika dalam kelompok sebagaimana tujuan dari bimbingan kelompok.
Interaksi dan dinamika kelompok dapat ditingkatkan melalui latihan-latihan tersebut, seperti dengan saling bertukar pengetahuan dan pengalaman tentang suatu hal, melatih toleransi dalam mengemukakan pendapat, mencoba memahami perasaan dan pesan orang lain, belajar membuat keputusan kelompok.
Beberapa hal tersebut dicapai dengan adanya komunikasi, kerjasama, umpan balik dan lain-lain antar anggota kelompok. Dimungkinkan terjadinya peristiwa psikologis antar anggota dalam bimbingan kelompok group exercise.
Secara garis besar layanan bimbingan kelompok dengan teknik group exercise yang diberikan kepada siswa kelas X SMK Kasatriyan Surakarta bermanfaat untuk meningkatkan hubungan interpersonal mereka.
Mereka dapat memiliki inisiatif dalam hubungan dengan orang lain, mampu mengekspresikan diri dengan keaslian dan memiliki dukungan emosional untuk orang lain. Hal-hal tersebut sangat berguna bagi mereka ketika berhubungan dengan orang lain di tempat kerja, berteman dan bersosialisasi.
Apalagi siswa SMK dididik agar siap dan mampu bekerja setelah lulus. Hal ini menuntut mahasiswa untuk dapat beradaptasi dengan cepat terhadap lingkungan kerja, membangun atau menciptakan situasi kerja yang kondusif dan memiliki kerjasama yang baik dalam tim.
Tingkat hubungan interpersonal pada siswa akan berdampak pada kegiatan belajarnya selama di sekolah, dimana praktik kerja lapangan dilakukan di rumah dan di masyarakat.(**)
Penulis : Dra.Si Yhuli
Guru SMK Kesatriyan Surakarta Jawa Tengah