Pendidikan Karakter untuk Menjawab Tantangan Global

Penulis Admin
Selasa, 9 Jan 2024, 03:34 WIB

Radarpos.com.Karanganyar – Globalisasi di abad sekarang menimbulkan tantangan yang berdampak pada terjadinya krisis di bidang karakter. yang ditimbulkan masa global ini baik langsung atau tidak langsung berdampak pada terjadinya krisis di bidang karakter. Beberapa mata pelajar yang diyakini sebagai bersentuhan dengan pembinaan karakter bangsa, seperti Pendidikan Moral Pancasila (PMP), Pendidikan Kewarganegaraan, Pendidikan Budi Pekerti, dan Pendidikan Sopan Santun semakin kurang diminati. Demikian pula pendidikan agama yang berkaitan dengan pembinaan akhlak mulia, terjebak pada pemberian pengetahuan agama yang bersifat kognitif.
Berbagai mata pelajaran ini digeser oleh mata pelajaran yang berkaitan dengan pengembangan wawasan ilmu pengetahuan dan teknologi serta keterampilan yang diarahkan pada dihasilkannya manusia-manusia yang cerdas dan trampil serta kuat hard skillnya, namun kurang diimbangi dengan mata pelajaran yang terkait dengan pendidikan karakter bangsa yang mengarahkan pada penguatan soft skill, seperti kejujuran, toleransi, humanis, egaliter, santun, kerja keras, disiplin, bersahabat, dan sebagainya.

Perumusan pendidikan karakter dalam rangka menjawab tantangan masa global pada lembaga pendidikan mulai dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi, baik formal maupun non-formal dengan berbagai aspeknya: visi, misi, tujuan, kurikulum, bahan ajar, metode dan pendekatan, pendidik dan tenaga kependidikan, sarana prasarana, manajemen dan evaluasi dan lainnya, harus dirumuskan dengan bertitik tolak pada permasalahan tersebut di atas.
Pendidikan karakter secara harfiah dapat diartikan merubah atau membentuk watak, perilaku, perangai, tabi’at, dan kepribadian seseorang sesuai dengan kriteria yang ditentukan. Sedangkan secara esensial pendidikan karakter merupakan upaya untuk membantu perkembangan jiwa anak-anak baik lahir maupun batin, dari sifat kodratnya menuju ke arah peradaban  manusia yang lebih baik.  Pendidikan karakter memiliki makna lebih tinggi dari pendidikan moral, karena pendidikan karakter tidak hanya berkaitan dengan masalah benar-salah, tetapi bagaimana menanamkan kebiasaan (habit) tentang hal-hal yang baik dalam kehidupan, sehingga anak/peserta didik memiliki kesadaran, dan pemahaman yang tinggi, serta kepedulian dan komitmen untuk menerapkan kebajikan dalam kehidupan sehari-hari.

Pendidikan karakter dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan mutu proses dan hasil pendidikan yang mengarah pada pembentukan karakter dan akhlak mulia peserta didik secara utuh, terpadu, dan seimbang, sesuai dengan standar kompetensi lulusan pada satuan pendidikan. Selain itu pendidikan karakter juga diarahkan untuk mengembangkan kecerdasan moral (building moral intellegence) atau mengembangkan kemampuan moral anak-anak yang dilakukan dengan membangun kecerdasan moral, yaitu kemampuan memahami hal yang benar dan yang salah, yakni memiliki keyakinan etika yang kuat dan bertindak berdasarkan keyakinan tersebut, sehingga orang bersikap benar dan terhormat.

Dengan demikian, pendidikan karakter terkait dengan pemahaman, penghayatan dan sikap terhadap nilai-nilai yang dianggap luhur yang diwujudkan dalam perilaku baik yang berhubungan dengan Tuhan, manusia, dan alam. Untuk mewujudkan keadaan yang demikian pendidikan karakter membutuhkan dukungan pendidikan moral, pendidikan nilai (tatakrama, budi pekerti dan akhlak), pendidikan agama dan pendidikan kewarganegaraan.
Pendidikan karakter bangsa sebagaimana digambarkan tersebut di atas dewasa ini dalam keadaan mengkhawatirkan. Hal ini antara lain dapat ditujukkan dengan meningkatnya praktek pelanggaran hukum, seperti penyalahgunaan narkoba, melakukan hubungan seks di luar nikah, praktek korupsi, kolusi dan nepotisme, tawuran antar pelajaran, konflik sosial, premanisme,  tindakan kekeran, pembunuhan dan lain sebagainya. Keadaan yang demikian menyebabkan kehidupan manusia semakin tidak nyaman, menimbulkan rasa cemas dan ketakutan, dan semakin mengkhawatirkan tentang masa depan bangsa.

Visi, dan misi  pendidikan karakter pada masa global ini harus diarahkan pada upaya memperbaiki mental block (penyakit mental). Selain itu pendidikan karakter harus pula diarahkan pada upaya   membantu perkembangan jiwa anak didik dari sifat kodratnya menuju ke arah peradaban yang manusiawi dan baik. Pendidikan karakter  lebih tinggi daripada pendidikan moral, karena tidak hanya berkaitan dengan masalah benar dan salah, tetapi menanamkan kebiasaan (habit) tentang hal-hal yang baik dalam kehidupan sebagai bangsa, sehingga peserta didik memiliki kesadaran dan pemahaman yang tinggi, serta kepedulian dan komitmen untuk menerapkan kebajikan dalam kehidupan sehari-hari sebagai bangsa.Dengandemikian esensi pendidikan karakter yang diberikan pada anak harus menjawab tantangn global masa sekarang.

Pendidikan karakter yang dapat menjawab tantangan global adalah pendidikan karakter yang dapat dipahami sebagai upaya menanamkan, membiasakan, menyontohkan, dan melatihkan tentang praktek pemahaman, penghayatan dan pengamalan nilai-nilai yang berkaitan dengan karakter bangsa, sehingga karakter  tersebut menjadi jati dirinya, pribadinya, pola pikir, cara pandang, identitasnya, dan sekaligus kecintaan dan kebanggaannya sebagai bangsa, serta meyakininya, bahwa nilai-nilai karakter  tersebut sebagai yang paling sesuai dengan kehidupan bangsa Indonesia.

Nilai-nilai pendidikan karakter bangsa tersebut dijabarkan dan dielaborasi dari ideologi dan falsafat hidup bangsa Indonesia, Pancasila Undang-undang Dasar 1945, serta berbagai pikiran dan pandangan yang dikemukakan para tokoh nasional Indonesia yang diakui kredibelitas, loyalitas, komitmen, kecintaan dan kesungguhannya dalam memajukan bangsa Indonesia.

Melalui berbagai referensi tersebut, karakter bangsa Indonesia dapat dijabarkan, sebagai karakter yang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa, ber-Prikemanusiaan Yang Adil dan Beradab; berupaya menjaga dan memelihara Persatuan Indonesia, berpandangan Kerakyatan Yang Dipimpin oleh Hikmah Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan, dan Berupaya mewujudkan Keadilan Sosial Bagi seluruh Rakyat Indonesia. Dengan ber-Ketuhanan Yang Maha Esa, seorang yang berkarakter bangsa Indonesia akan menjadi bangsa yang religious, memiliki visi transendental, mengutamakan nilai-nilai moral dan spiritual, di atas nilai-nilai yang bersifat sesaat dan profan. Dengan ber-Perikemanusiaan, ia akan berupaya mengemban misi humanisasi dan liberasi, serta menjauhkan cara-cara yang anarkis, kekerasan, dan intimidasi dalam memperjuangkan sesuatu.

 

Dengan jiwa persatuan Indonesia, ia akan menghargai dan menghormati adanya keragaman (pluralitas) dan menganggapnya sebagai rahmat, anugerah, dan kekayaan yang harus disinergikan dan dikelola secara arif sehingga menjadi sebuah modal budaya dan kultural yang amat dahsyat. Dengan sikap Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan / perwakilan, ia akan mengedepankan cara-cara yang demokratis, musyawarah dan pendekatan kekeluargaan yang penuh dengan kesantunan dalam memecahkan berbagai masalah, serta menjauhkan diri cara-cara yang memperlihatkan hegemonitas dan diktator dalam memecahkan masalah, dan dengan menegakkan Keadila Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia, ia akan memiliki komitmen untuk mensejahterakan rayat Indonesia, serta menghindari cara-cara melakukan monopoli, atau berbagai tindakan kecurangan yang merugikan bangsa Indonesia.

Selain itu, seorang yang berkepribadian Indonesia juga adalah kepribadian yang mencintai dan bangga terhadap Indonesia dengan cara mendarma baktikan segenap kemampuannya untuk kemajuan Indonesia. Bersamaan dengan itu, ia juga akan menampilkan sikap menjagar persatuan dan kesatuan bangsa, memelihata Negara Kesatuan Indonesia, berjiwa Sumpah Pemuda, yakni cinta tanah air Indonesia, bahasa Indonesia, dan bangsa Indonesia.
Upaya ini antara lain diperlihatkan dengan memajukan kehidupan sosial, ekonomi, politik, kebudayaan, pendidikan, kesehatan bangsa Indonesia dengan berdasarkan pada nilai-nilai Pancasila. Selain itu juga ditujukan dengan bersedia mengamankan dan membela negara dan bangsa Indonesia dari infiltrasi dan hegemoni negara-negara asing, baik dalam bentuk politik, ekonomi, budaya dan lain sebagainya. Upaya ini dilakukan dengan cara menyumbangkan gagasan dan pemikiran, terjun langsung mengatasi masalah tersebut sesuai dengan bidang, profesi, jabatan, kedudukan dan wewenang yang dimiliki. Selain itu juga dilakukan dengan menunjukkan prestasi dan kontribusi yang signifikan bagi kemajuan bangsa dan negara.

Pendidikan karakter di masa global ini juga terkait erat dengan upaya memahami, menghayati dan mengamalkan nilai-nilai budaya bangsa Indonesia yang tumbuh dan berkembang di Indonesia, seperti nilai gotong royong, kekeluargaan, ramah, santun, toleransi, bersahabat, saling menghargai dan saling menghormati, mengedepankan musyawarah dalam memecahkan masalah, ta’at menjalankan ajaran agama, dan berbagai nilai nilai yang tumbuh dan berkembang di berbagai daerah di Indonesia, yang selanjutnya dikenal dengan istilah kebijakan lokal (local wisdom). Berbagai nilai budaya tersebut digunakan sebagai dasar yang membentuk sikap, pola pikir, paradigma, mindset, cara pandang dan perbuatan seluru bangsa Indonesia.

Pendidikan karakter  sebagamaimana tersebut di atas, antara lain ditujukan pada timbulnya sikap dan kepedulian untuk memerintahkan yang baik dan menjauhi yang munkar. Pernyataan ini menunjukkan, bahwa dalam pendidikan karakter terdapat pesan yang kuat untuk menghasilkan manusia yang memiliki kesadaran untuk membangun sejarah, kebudayaan dan peradaban, sebagaimana yang pernah dilakukan oleh para tokoh dunia, atau tokoh bangsa Indonesia di masa lalu. Dengan demikian tujuan pendidikan karakter bangsa antara lain menghasilkan orang-orang yang memiliki kesadaran historis, kultural dan civilization (peradaban).

Untuk dapat mewujudkan bangsa yang demikian itu, harus disertai pula dengan upaya menciptakan karakter bangsa yang memiliki tradisi intelektual yang kuat, yaitu karakter yang: (1)mencintai kebenaran (bukan mencari pembenaran); (2)kejujuran dan orisinalitas; (3)penghormatan pada ilmu; dan (4) sikap kosmopolitan. Tradisi intelektual ini pernah dipraktekkan ummat Islam di zaman klasik, saat di mana ummat Islam tampil sebagai pemandu perjalanan sejarah, budaya dan peradaban ummat manusia hampir di seluruh dunia, dalam kurun waktu lebih dari tujuh abad lamanya.(**)

Oleh

Didik Wardoyo, S.Pd.M.Pd Kepala Sekolah SD N 02 Tawangsari,Kerjo,Karanganyar,Jawa Tengah

Rekomendasi